google2d8731319e4c328c.html

Selasa, 02 Desember 2008

Menguak Krisis JATI DIRI.......................................

Selamat malam temen temen semuanya :) malam ini saya ingin membagiken sebuah artikel yang saya baca di majalah Hidup edisi 47 Tahun ke-62-23 November 2008 memang agak ketinggalan ya heheheheh tapi isinya bagus sekali, majalah ini bisa berada di kasur saya karena mama saya yang menganjurken saya untuk membaca dan ternyata,........... selain karena liputannya banyak mengulas tentang seorang maestro marketing dari Indonesia yaitu Mr Hermawan Kartajaya ada sebuah bacaan yang sangat menarik yaitu sebuah tulisan tanagn dari Pastor Prof Dr Antonius Sudiarja yaitu tentang Jati diri, tulisannya sangat menarik, berikut tanpa berlama-lama dengan saya ini tulisannya



Sebagai seorang filsuf, Romo Dipo panggilannya menaruh keprihatinan mendalam yang berkaitan dengan keadaan manusia dewasa ini. Ia melihat banyak orang yang tak mengendap hati. Banyak orang hidup dalam kesibukan. Kesibukan membuat mereka tidak tenteram. Menurutnya, kehidupan jarang menampilkan kebenaran. “Orang malas berpikir dan mereflesikan kehidupan,” tegasnya. Krisis besar zaman ini, katanya, ketika jati diri mulai bergeming karena kelelaha berpikir, dan keyakinan menjadi keras lantaran lebih suka berhenti, lalu mati, atau tak mau bergerak, meski belum mati.
Jati diri sebagai identitas yang tersembunyi merupakan hal pokok dalam kehidupan manusia.”Jatidiri itu diri kita yang paling dalam dan paling asli yang harus dihidupi,” ungkapnya. Meski tersembunyi, namun selalu menampakkan diri dalam kegiatan fisik.”Budaya diri yang tampak dalam kegiatan tubuh itu harus dikatakan identik dengan dan tidak terpisahkan dari kegiatan jati diri sendiri, yang tersembunyi, entah disebut sebagai jiwa yang hadir atau budi yang brpikir,”paparnya.
Ia berpendapat bahwa krisis jati diri terjadi karena jati diri yang dibentuk zaman modern, dibiasakan tidak berpikir. Lingkup hidup dan fasilitas modern memberikan keteraturan yang menjamin rasa aman. Maka, jati diri tak sempat atau tak mau berpikir, kecuali dalam arti pragmatis. Tuntutan berpikir, terutama jika harus menghasilkan keputusan yang cepat. Namun, hasilnya tidak pasti dan belum tentu menjamin. Ini sangat melelahkan. Maka, jati diri menjadi malas berpikir. “saat ini, manusia malas berpikir dan sering terbawa kerakusan serta desakan kebutuhan. Oran tidak pernah merasa cukup. Misalnya, dalam kasus korupsi. Koruptor itu orang yang kurang mengendap hati, kurang menyadari diri, mudah terombang-ambing. Koruptor itu orang yang tidak pernah berpikir!” tegasnya.
Tak terbantahkan, jika manusia berbuat salah. Tapi, mengakui kesalahan diri sendiri di depan umum itu tindakan yan paling sulit dilakukan dalam sejarah manusia. Tak hanya masalah korupsi, tapi juga penyelewengan di bidang lain. Ketidakmampuan orang untuk mengakui kesalahan ini, menurut Romo Dipo, berkait erat dengan pertumbuhan masyarakat yang menuntut kesempurnaan dan tidak toleran dengan kesalahan. Ketidakmampuan ini menjadi awal kematian jati diri. Yang pada gilirannya membuat masyarakat makin keras lagi menekan individu.”Jangankan mengaku salah, pembuktian hukum yang pasti pun sering tidak meJustify Fullmbantu kesadaran,”Kritiknya pedas.
Bagi Profesor yang baru saja kehilangan ayah tercinta ini, kegiatan budi yang berpikir dengan jelas menyatakan jati diri yang bertanggung jawab dalam sikap moral. Sikap moral itu menampakkan diri dalam tindakan-tindakan fisikal. Dalam hal ini, kejahatan atau perbuatan imoral adalah cerminan jati diri yang tidak berpikir dan tak menggunakan sifat rasionalitas.”Kita melihat, banyak orang mengejar simbol-simbol mentereng. Banyak orang yang hidupnya dipacu dan di picu oleh tampilan selebritis yang menarik. Mereka ini saya sebut sebagai orang yang menjalani kehidupan kulit luar,”paparnya.
Terhadap gelombang globalisasi, Romo Dipo berpendapat, manusia harus kembali ke jati diri. Namun, ketika persoalan kehidupan semakin rumit dan sulit, orang makin malas bertanya dan tidak mau lagi berpikir memecahkan persoalan.”Keadaan yang ada harus diolah dan disikapi dengan berpikir,” ujarnya. Hidup memang tak perlu aneh aneh, tak perlu cari prestasi, popularitas atau gelar. Tapi, hidup harus berpikir dan mengendapkan hati.

Tidak ada komentar: